Adnan Menderes: Kisah Tragis Perdana Menteri Turki yang “Mengembalikan” Adzan
Written by Harun AR on September 17, 2025
Pada 17 September 1961, sebuah peristiwa tragis mengguncang dunia politik Turki. Adnan Menderes, Perdana Menteri yang terpilih secara demokratis, dieksekusi mati oleh junta militer. Di kalangan pendukungnya, ia dikenang sebagai “sang adzan syahid” karena perjuangannya mengembalikan syiar Islam di ruang publik Turki setelah bertahun-tahun berada di bawah kebijakan sekuler yang ketat.
Latar Belakang Politik dan Kebangkitan Partai Demokrat
Setelah wafatnya Mustafa Kemal Atatürk, pendiri Republik Turki, Partai Rakyat Republik (CHP) peninggalannya terus memegang kekuasaan. CHP menerapkan kebijakan sekularisme radikal (kemalisme) yang meminggirkan peran agama dari kehidupan publik. Aturan-aturan ini termasuk pelarangan adzan dalam bahasa Arab, penutupan sekolah-sekolah agama, dan bahkan penggunaan masjid sebagai gudang.
Namun, pada tahun 1946, Turki mulai beralih ke sistem multi-partai. Hal ini membuka jalan bagi munculnya Partai Demokrat (DP) yang dipimpin oleh Adnan Menderes dan Celal Bayar. Dalam kampanye pemilu 1950, Menderes menawarkan program yang berlawanan dengan kebijakan CHP. Ia menjanjikan kebebasan beragama, pengembalian adzan ke bahasa Arab, dan pembukaan kembali sekolah-sekolah agama. Program ini awalnya dipandang remeh, tetapi ternyata mendapat sambutan hangat dari masyarakat yang merindukan kebebasan menjalankan keyakinan mereka.
Kemenangan Mengejutkan dan Kebijakan Pro-Islam
Pemilihan umum tahun 1950 menjadi tonggak sejarah. Dengan kemenangan telak, DP berhasil menguasai 408 dari 487 kursi parlemen, sementara CHP hanya mendapat 69 kursi. Menderes ditunjuk sebagai Perdana Menteri, sedangkan Bayar menjadi Presiden. Kemenangan ini menunjukkan bahwa sebagian besar rakyat Turki menginginkan perubahan, terutama dalam hal kebebasan beragama.
Menderes segera menepati janjinya. Salah satu tindakan pertamanya adalah mencabut larangan adzan dalam bahasa Arab yang telah berlaku sejak tahun 1932. Kebijakan ini disambut dengan sukacita oleh umat Muslim di seluruh Turki. Selain itu, pemerintahnya juga mengambil langkah-langkah signifikan lainnya:
- Pendidikan Agama: Membuka kembali sekolah-sekolah agama (Imam Hatip) untuk melatih para pemuka agama dan guru.
- Pembangunan Masjid: Memprakarsai pembangunan ribuan masjid dan memulihkan fungsi masjid-masjid yang sebelumnya dialihfungsikan.
- Ibadah Haji: Memfasilitasi dan mengizinkan umat Islam Turki untuk menunaikan ibadah haji.
- Kebebasan Berpakaian: Memberikan kebebasan lebih bagi perempuan dalam berpakaian, termasuk menggunakan jilbab.
Berkat kebijakan-kebijakan ini dan keberhasilan ekonomi, popularitas Menderes semakin meningkat. Dalam pemilu 1954, partainya kembali memenangkan kemenangan yang lebih besar, mengukuhkan posisinya.
Kudeta Militer dan Akhir yang Tragis
Namun, kebijakan-kebijakan Menderes mulai memicu ketegangan, terutama dengan kalangan militer dan elite sekuler yang melihatnya sebagai ancaman terhadap prinsip-prinsip kemalisme. Mereka menuduh Menderes otoriter dan berusaha mengembalikan Turki ke rezim teokratis.
Ketidakstabilan politik memuncak pada 27 Mei 1960, ketika Jenderal Cemal Gürsel memimpin kudeta militer. Pemerintah Adnan Menderes digulingkan, dan ia bersama ribuan pendukungnya ditangkap. Menderes diadili di sebuah pengadilan militer di Pulau Yassiada.
Meskipun ia dihadapkan pada 17 tuduhan, mulai dari korupsi hingga pelanggaran konstitusi, banyak yang percaya bahwa alasan sebenarnya di balik pengadilannya adalah kebijakan-kebijakan pro-Islamnya. Setelah persidangan yang berlangsung selama berbulan-bulan, ia dijatuhi hukuman mati. Pada 17 September 1961, bersama dua menterinya, Fatin Rüştü Zorlu dan Hasan Polatkan, Adnan Menderes dieksekusi dengan cara digantung.
Kematian Menderes menimbulkan duka mendalam bagi jutaan rakyat Turki. Pengorbanannya menjadi simbol perlawanan terhadap otoritas sekuler yang menindas dan perjuangan untuk kebebasan beragama.
Referensi:
* Ahmad, Feroz. The Making of Modern Turkey. Routledge, 1993.
* Heper, Metin. İsmet İnönü: The Making of a Turkish Statesman. Brill, 1998.
* Zürcher, Erik J. Turkey: A Modern History. I.B. Tauris, 2004.